katanyanoi

Poems, fictions and sketches.

Category: hit it noi

Tentang Hati

There’s no place like home…

Rumah saya yang sesungguhnya adalah hati saya sendiri. Tempat untuk pulang dan menyepi. Tempat untuk mendengar jawaban dari semua tanya.

Hati saya yang kerap mengingatkan segala kesalahan saya saat saya merasa benar. Bahkan saat saya benar-benar tidak salah.

Hati yang selalu berseteru dengan ego dan bekas pertempuran mereka selalu meninggalkan puing-puing jati diri yang berserak di sekujur jalur nafas. Saya terengah.

Hati yang tidak lelah untuk menyemangati saya untuk terus berjalan. Tidak berhenti dan menyerah. Meski logika berkata sebaliknya.

Hati yang menyediakan seluas-luasnya, sehening-heningnya ruang saat saya merasa terdesak dan terhempas badai suara dari segala arah.

Saya hanya berharap, hati saya tidak berkhianat lalu mengunci diri. Karena hanya ia satu-satunya rumah yang saya punya saat ini.

Married and Still Alive

Come on gather here! I’m gonna tell you story about Marriage Life!

Yang mau menikah, sedang menikah atau yang mau menyudahi pernikahan…you all most welcome.

Cerita ini lebih cocok untuk dibaca pihak istri, atau calon istri, sih. Tapi kalau suami-suami mau baca…boleh loh.

Sudah ngumpul semua? Bagus.

Begini ceritanya….

*setel lagu*

Milikilah Diriku – Anang & KD

Oh sebentar, mereka sudah cerai.

Isokeh!!!

*Ganti lagu*

Memandangmu – Ikke Nurjanah & Aldi Bragi

Etapi mereka sudah cerai jugak.

Okehfine!!!

*Kemudian Hening*

Baiklah. Tanpa back sound juga saya rasa gapapa.

*Lempar speaker*

Pernikahan.

Apa sih pernikahan itu? Ya, karena saya males banget buka kamus, akan saya definisikan  dengan pengalaman kata-kata saya sendiri.

Pernikahan ga jauh beda dengan membangun perusahaan. Dibutuhkan kestabilan emosi, keselarasan ritme hidup dan kesamaan visi, apakah anda punya mimpi? Bergabunglah bersama MLM kami! *dibacok*

Pernikahan  dijalani oleh dua manusia. Dua manusia berarti ada dua kepala dan dua hati yang terlibat. Untuk menyamakan persepsi diantara dua kepala itu sulitnya bukan main. Sesulit masukin pasta gigi yang beleleran keluar dari tube-nya. Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang ga ada batasnya.

Apa yang bisa menolong pasangan yang sudah menikah melewati tahapan sinkronisasi persepsi?

Jawabannya adalah hati. Cinta.

Masa-masa penyesuaian terjadi di awal pernikahan, saat pasangan masih dimabuk cinta, masih merangkai mimpi, masih serba dunia milik berdua. Masa-masa demikian adalah masa di mana masing-masing pasangan memiliki batas toleransi yang tinggi untuk kesalahan yang dibuat oleh pasangannya.

Semua serba dimaklumi. Lupa menyiapkan teh hangat di pagi hari, dimaklumi. Lupa mengabari kalau ada lembur di kantor, dimaklumi. Lupa mandi seminggu, diragukan kewarasannya.

Pokoknya, tahun pertama semua serba unyuuuuu.

“Sayang, kemeja kotak-kotakmu unyu bangeeet. Kamu ganteng siiih, pake apa aja pantes!”

“Sayang, telur mata sapi bikinanmu unyuuu bangeet, ada aksen item-item gitu di pinggirnya.”

“Unyuan kamu sayang…”

“Kamu yang lebih unyu ah…”

*towel-towelan pipi*

“Kamuuuuuu”

“Kamuuuuuuuuu”

“Aku bilang kamu!”

“Kamu pokoknya!!!”

*tujes-tujesan garpu*

“KAMU!!!”

“KAMU!!!”

*guyur-guyuran bensin*

Yeah…semua serba unyu. Untuk satu tahun pertama.

Ga lama ya? Eymbeeeraaaan!!!

Setelah itu apa yang terjadi?

Masuk pada tahapan berikutnya. Saling mempelajari.

Di tahapan inilah masa penyesuaian baru betul-betul dimulai. And believe me, this stage has no ending!

Masing-masing pasangan mulai mengobservasi satu sama lain. Mulai mempelajari satu sama lain.

Mulai menggariskan peraturan dengan tegas. Mana yang boleh, mana yang ga boleh, mana yang kalau ketauan ga bakal dibolehin…and so on.

Dan di tahapan inilah para suami mulai menunjukkan tajinya sebagai pemimpin. Di tahapan ini, ego istri diuji.

Jika gagal pada tahapan ini, jika anda sudah merasa lelah pada tahapan ini, then why you get married in the first place? Marriage is not a game.

Pernikahan bukan suatu level yang wajib dicapai, pernikahan, menikah adalah pilihan. Sejatinya pernikahan adalah ruang dan waktu untuk kita mendewasakan diri. Untuk kita menguji daya rentang kita, fleksibilitas kita dalam mengarungi kehidupan yang sesungguhnya.

Buat yang mentalnya lemah, jujur, saya sarankan untuk tidak menikah. Buat yang selalu ingin dimengerti tanpa mau mengerti, saya sarankan, ga usah menikah. Mendingan jadi rambu lalulintas aja, kadang ga jelas fungsinya tapi harus dimengerti, dipatuhi pulak! Ppfft!!!

Kalau anda bukan tipe manusia yang suka berkerja keras, sebaiknya jangan menikah.

Saya jadi ingat pertengkaran besar pertama saya dengan suami.

Dengan ringannya saya berteriak: “Emang lo pikir lo siapa ngatur-ngatur gue? HAH?!!!”

Dan suami balas berteriak: “GUE SUAMI ELO!!!!”

Dan itulah my moment of truth! Momen yang bikin saya sadar kalau apapun yang saya lakukan harus ada persetujuan suami di dalamnya.

Ironisnya, di masa yang sama saya sempat menjunjung azas ‘Minta maaf (kalau ketahuan) lebih mudah daripada minta izin’ dan  azas tersebut saya beri nama:  Spirit Mindik-Mindik!

Iyaaa…ada masanya di mana saya mindik-mindik ke mall sepulang kuliah untuk ngesusu yang diblend -saya ga bisa ngopi FYI-  bersama teman-teman. Saya ga izin dulu. Karena kalau izin, besar kemungkinan ga dibolehin.

Alasan suami saya sangat masuk akal, takut istrinya disamber orang, anak pertama saya masih berusia kurang dari 18 bulan saat itu. Jadi kehadiran saya di rumah mutlak dibutuhkan.

Oh saya lupa cerita, saya beranak-pinak saat saya masih kuliah. Tiga kali. Beranaknya, bukan kuliahnya, kuliahnya sih 5 tahun. Susah kali kuliah sambil ngerawat tiga balita. *mulai ga fokus* *team senggol curhat*

Tapi spirit mindik-mindik itu luntur dengan sendirinya. Karena saya capai. Sesenang-senangnya di luar sana, kalau ga izin dulu sama suami, rasanya seperti suara hati ga berhenti ngajakin pulang.

Mungkin spirit mindik-mindik ini ga berlaku buat anda-anda yang menikah di usia matang. Berbeda dengan saya yang menikah di usia saya yang ke-20 dan usia suami saya 23.

Bayangkan gejolak apa saja yang kami redam saat itu, gejolak kawula muda, gemuruh darah muda. *mimisan*

Hhhhhmmm…gini deh, sebelum saya lanjutkan, saya mau mengingatkan kalau apa yang saya tulis is based from my story. Ga ada generalisasi di sini.

Okay, lanjut!

Saya dan suami saya sudah sepuluh tahun menikah. SEPULUH TAHUN! Yang di ujung sanaaaa…mana tepuk tangannyaaa??? *nyodorin mike* *disemprot branwir*

Seperti yang saya bilang, observasi, dan proses belajar untuk mengenali pasangan ga akan berhenti. Sayapun masih terus belajar. Meski di dada saya sekarang sudah tersemat satu bintang tanda saya sudah melalui masa sepuluh tahun pernikahan. SEPULUH TAHUN, WOY!!!

Ehem. Santai Noi.

Kenapa saya menjatuhkan pilihan kepada suami saya? Bukan kepada (mantan) pacar  yang belasteran Padang-Belanda yang masaoloh gantengnya? Bukan kepada (mantan) pacar saya yang lainnya yang punya sepasang mata setajam elang?

Alasannya, saya ga tau pasti. Tapi ada yang lain pada diri suami saya. He got something that rings my bell. Kata suami saya sih gara-gara dia masih keturunan raja dari Solo, jadi  agak-agak sakti. Mangkanya saya pilih dia! Mungkin ada benarnya. HAHAHAHAH!

Sepuluh tahun yang sama sekali tidak mudah. Roller coaster yang di Cedar Point Ohio aja kalah naik-turunnya, guncangannya, teriak-teriakannya. *Sotoy* *Naik Halilintar-nya Dufan aja blom pernah* *hih*

Hampir semua sudah saya lalui bersama suami saya yang penampakannya persis  beruang madu. Suami saya yang kekerasan kepalanya melebihi batu. Suami saya yang kalau lagi marah muntahan lahar Supervolcano berasa seperti cicak yang lagi buang ludah, ga ada apa-apanya. Suami saya yang lebih lucu dari 12 finalis standup comedy yg dikocok jadi satu.  Suami saya yang tulus dan rendah hati. Suami saya yang kecerdasan dan logikanya mampu mematahkan hampir semua argumentasi saya.

You name it, and big possibilities, we had it.

Dari mulai hal konyol seperti ngambek gara-gara ga jadi makan bebek di warung bebek goreng favorit, sampai ke hal-hal yang menyangkut prinsip yang berujung pada teriakan-teriakan yang menyuruh untuk pergi atau lebih parah, mati!

Peristiwa-peristiwa traumatis skala kecil, melindas kucing, sampai ke skala masif, ditodong pistol polisi.

Mendapat kontrak kerja bernilai puluhan juta dan kehilangan berjuta-juta karena ditipu klien, pernah juga.

Apa? Nemuin SMS-SMS beraroma flirting? Pfffttt!

We’ve been there.

And what make me proud is, we don’t stop! None of em can stop us!

Karena apa? Lagi-lagi sederhana. Cinta.

Kedengaran klise, tapi itu yang sebenarnya. Selama tidak kehabisan cinta, akan selalu ada alasan untuk melanjutkan hidup di dalam pernikahan, seterjal apapun bukit yang harus didaki, seluas apapun lautan yang harus diarungi, selama masih ada cinta, semua bisa. Andai dipisaaah apiii dan baraaa..tak aaaakan pudaaar gelora cintaaaaah! *dibekep*

Buat saya, ga ada alasan perceraian yang lebih konyol dari ‘Kami sudah tidak cocok’ lah wong dua kepala, mau dicocokin sampai Titanic ngapung lagi juga ga mungkinlah. That’s why, compromise, cari jalan tengah, win-win solution, kalau mau lebih sabar, lebih berpikir, lebih tenang, akan selalu ada jalan.

Dan ga ada alasan yang lebih bodoh untuk bertahan dalam ikatan perkawinan daripada alasan ‘Demi anak-anak’. That’s the stupidest reason ever. Akan sangat melelahkan untuk bertahan dalam perkawinan di mana sudah ga ada lagi cinta yang terlibat.

Kalau ada yang bertanya kenapa saya bisa bertahan dengan suami saya yang notabene banyak yang tahu kalau dia keras kepala, emosional, galak, suka gendongin macan, alasan saya cuma satu, demi cinta. Karena memang despite all of the tiring stuff I’ve been through…I’m still in love with him.

Dan entahlah kenapa suami saya mau bertahan dengan saya yang segan menginjak dapur, kecuali untuk cuci piring dan beres-beres, saya dan jadwal tidur saya yang jauh lebih berantakan dari muka Omas dan Mpok Atik digabung jadi satu, saya dan kemalasan-kemalasan saya yang naujubile, saya benar-benar ga tau.

*cue* *spotlight* Andaiii dipisah lautaaaan pantai tak akaaaan pudar sinaran cintaaaah! *dimutilasi*

Cinta bisa expired, cinta bisa mati. Kalau hal itu terjadi, habislah pernikahan anda-anda sekalian.

Untuk mencegah kematian cinta *hetdah* ada caranya. Kalkulasi.

Kalkulasikan semuanya, kebaikan, dan kejelekan pasangan anda. Buat dua kolom: Kolom Plus (+) dan Kolom Minus (-). Dalam hal ini kalau pasangan anda penampakannya seperti Daus Mini, ya bakal ada extra point dalam Kolom Minus. Tidak bisa ditawar. Kesiyan…..

Kalau Kolom Plus skor akhirnya lebih tinggi, there…you got a reason to keep your love grows.

Kalau Kolom Minus skor akhirnya lebih tinggi, kill your spouse, with fire, so they don’t have the chance to breed! Hakhakhak, becanda.

Kalau Kolom Minus  skor akhirnya lebih tinggi juga bukan berarti that’s it, I’m gonna file for divorce. Nope!

Karena ada alasan di balik kejelekan-kejelekan pasangan, well, kecuali kalau dia psycho, lain lagi urusannya.

Kira-kira apa sih yang akan anda sekalian tulis di Kolom Minus pasangan anda?

Mungkin hal-hal seperti ini: Posesif, Pelit, Pemarah, Pemalas, Abusif,  Selingkuh melulu, Kelayapan sama temen-temennya hampir setiap hari, Penjudi, Alkoholik, Drug Addict. Ya kira-kira seperti itu lah, ya.

Semua hal yang saya sebutkan di atas, masih bisa dikompromikan selama masih ada kata ‘BERTANGGUNG JAWAB’ dalam Kolom Plus pasangan anda. Kalau anda tidak menuliskan kata tersebut, ya udah, saya 100% mendukung niat anda untuk capcus dari pasangan. Segera!

Bertanggung jawab di sini dalam artian, separah-parahnya pasangan anda, anda masih bisa hidup, ga ngesot di kolong jembatan, meski ga bisa beli koleksi Zara pas lagi ada diskonan, abis meskipun didiskon harganya masih ga sopan gitu sik! Malesin!

Okay, mari saya coba untuk mengurai hal-hal yang kemungkinan besar anda tuliskan pada Kolom Minus pasangan anda.

*pasang kacamata* *kibar-kibar beha*

***

Posesif

Ini memang output dari besarnya tumpukan cinta untuk anda atau akumulasi kecemburuan yang disimpan pasangan anda. Bisa jadi dia pernah mengalami pengalaman yang traumatis, seperti pernah dikhianati pacar, atau yang lebih kompleks, seperti perceraian kedua ortu yang disebabkan oleh perselingkuhan, atau anda sendiri yang blo’on, pernah selingkuh dan kegep! Basically pasangan anda sangat takut kehilangan anda. Sifat posesif ini dalam skala ringan bisa berkurang seiring dengan bertambahnya kepercayaan pasangan terhadap anda. And you have to gain that trust. Usaha dong untuk dapetin kepercayaan pasangan! Tapi sifat posesif dalam skala besar, seperti contoh: Pasangan anda marah dan menuduh anda lebih menyayangi ikan mas koki peliharaan anda ketimbang dirinya, hanya karena dia melihat anda monyong-monyongin bibir di depan aquarium, sudah saatnya anda menghubungi psikolog.

***

Pelit

Pelit ini kalau dirunut-runut juga ada alasannya. Bisa jadi pasangan anda sedang menabung demi pendidikan anak, demi istri muda hari tua dan besar kemungkinan, dia tidak mempercayai anda dalam mengelola keuangan. Cara mengatasi kepelitan ini salah satunya adalah dengan berteriak-teriak saat anda belanja sayur di tukang sayur langganan. Contohnya: “YASALAM BAAANG, MASA TOGE TIGA BIJI GOCENG? MAU JADI APA ENDONESAH??!” Pastikan pasangan anda mendengar. Cara kedua, pintar-pintarlah cari diskonan, buktikan dengan uang 250 Ribu Rupiah  saja, anda bisa dapat sepasang sepatu, dua helai baju dan satu set odong-odong, komplit seabang-abangnya.

Saya jamin, pasangan anda ga bakalan pelit lagi.

***

Pemarah.

NAH! Yang ini suami saya banget! Dulu, saya meladeni kemarahannya dengan balik marah.  Apa yang terjadi? Selain rumah jadi berisik karena kita teriak-teriak dan mostly berakhir dengan saya nyapu-nyapu pecahan barang yang berantakan di lantai. Gimana ga mau berantakan kalau lemparan gelas saya dibalas dengan lemparan asbak. Untung saya dan suami saya refleknya juara. Jadi ga ada yang sempet injury!

Akhirnya saya menemukan formula baru. Diam dan tahan. Biarkan ego merosot ke titik terendah. Tahan sampai waktunya tepat. Memang kedengarannya sampah, lemah, penakut dan ga feminis. Di era emansipasi begini masih ada istri yang diam saat suami marah-marah. Apalagi nenek-nenek mancing juga tahu betapa fantastisnya perasaan saat kita meneriakkan argumen kita di depan lawan. Right in the face! Tapi lawan di sini adalah pasangan kita sendiri, yang kita pilih sendiri, yang kita cintai sepenuh hati, setengah mati. So was it worth it? To let go your anger just for the sake of your personal satisfaction to the person you love the most? Think again before you release the Kraken.

Dan formula baru saya berhasil, suami saya melunak…bukaaaan bukan penisnya! *Amit-amit*

Tidak lagi meledak-ledak. Kecuali ada campur tangan Vodka. Bahahaha

Dan dia mengakui sendiri, bahwa ketenangan saya yang membuatnya bisa lebih berpikir. He gave me a lot of credits for that. *tepok tangan*

***

Pemalas

Wah, yang begini ini ada banyak cabangnya, soalnya standar setiap orang beda.

Ada yang sampai di rumah langsung kelesotan,  pasangannya langsung memandang dengan tatapan kamehameha dan ngomel-ngomel ” Kok langsung tiduran sih? Males banget ya kamu? Gimana saya bisa bayar cicilan LV saya? Sana ngojek payung! Mumpung hujan!!!” Padahal kelesotan pun karena capek kerja hampir setengah hari.

Ada juga yang tipe manusia yang enough is enough, selama bisa hidup tenang, ga dikejar-kejar hutang, keluarga bisa makan, bisa sekolah, berarti ga perlu untuk lebih mengforsir diri berkerja lebih keras. Bagi banyak orang, yang begini ini bisa disebut pemalas. Tapi tipe seperti ini  bagi saya bukan pemalas, lebih ke tipe santai kaya dipantai, atau selow kaya lagi diblow. Not a deadly sin for me!

Menurut saya, selama pasangan anda orang yang baik dan bertanggung jawab, dia ga akan membiarkan keluarganya mati kelaparan. Meski sehari-hari dia lebih sering kelesotan.

*jagain lilin*

Tapi jika memang benar-benar pemalas, coba diajak omong pelan-pelan. Pilih kata-kata yang tepat, karena pemilihan kata yang kurang tepat bisa menghancurkan rasa percaya dirinya dan dia akan lebih ignorance dari sebelumnya.

***

Abusif

Enahlo. Ini bahaya. Apalagi dalam level yang tinggi. Bisa mengancam nyawa.

Kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun psikis banyak ditemukan pada pasangan yang kondisi mentalnya belum matang, masih meledak-ledak.

Bahayanya, sifat abusif ini cenderung mengakar. Bisa jadi sewaktu kecil, si pelaku melihat terus menerus kekerasan yang dilakukan orang tua, dalam hal ini kebanyakan dilakukan suami kepada istri. Begitu seringnya si pelaku melihat kekerasan ini, sampai akhirnya terbentuk kesadaran di alam pikirnya kalau memukul akan lebih cepat menyelesaikan masalah. Kalau ketemu pasangan yang beginian, sebelum jadi sansak, mendingan bawa pasangan ke sumur kemudian jorogin psikolog.

Kalau abusifnya muncul dari sebab-akibat dan tidak terjadi setiap hari, istri yang harus introspeksi. Jangan-jangan si istri yang memang hobi nyolot dari sononya. Jangan-jangan si istri yang mengundang.

Contoh Kekerasan fisik versi istri nyolot duluan:

Si istri:  “LAKI-LAKI GA BECUS. MORON, ASSHOLE, DISGUSTING, I HATE YOU, YOU CREEP MOTHA FACKAAAAHH!!!”

Si suami: WADEZIG!!

Menurut saya itu wajar. Udah bagus ga ditujes piso trus dikarungin sama suaminya.

Contoh kekerasan verbal/Psikis versi istri nyolot duluan:

Si suami: “Say, udah shoppingnya? Aku otw, 10 menit lagi aku jemput di lobi, yah.”

Si istri: “Okay, Say.”

*1.5 jam kemudian*

Sang istri sambil bawa segedabrug kantong belanjaan nyamperin sang suami yang sudah dilalerin di lobi.

Si suami: “Heh, lo tau ga? Dari segitu banyak baju yang elo beli, ga akan ada yang cocok buat nutupin badanlo yang segede kulkas tiga pintu! NGERTI???!!!”*kibas poni*

Si istri: *nangis gulung-gulung* * nelepon KOMNAS HAM*

Padahal sudah jelas kalau suami lagi tantrum gara-gara nungguin si istri yang kelamaan belanja. Sudah bagus cuma dimaki, ga dijepitin pintu mobil. Begh…

See, KDRT tidak semata-mata terjadi karena keringanan tangan suami, tapi bisa juga karena istri yang menginisiasi.

Saran saya, jangan pernah main-main dengan ego laki-laki. Bahaya. Nanti bisa sakit sendiri loh.

*kikir-kikir kuku*

***

Selingkuh Melulu

Ya, siapa suruh punya suami ganteng, romantis, easy to talk to, berkarier cemerlang pula! Hmuahahahah.

Ya, siapa suruh punya suami yang sudah ga ganteng, ga romantis, ga enak diajak ngobrol, kariernya buntu, eeeh masih sempet-sempetnya selingkuh! HAHAHAHAHAH

*Ga ngebantu ya Noi…*

*Benerin daster*

Jadi begini ya, untuk perselingkuhan terbagi dalam dua golongan:

1. Selingkuh Bodi

Memang ada tipe suami yang hobinya celup penis sana-sini. Apaan yang bolong juga dimasukin pokoknya. Gimana cara berhentiinnya? Waduh, terus terang saya ga tau.

Mungkin dengan dandan yang cantik di depan suami, jaga penampilan biar keliatan selalu cling, senam kegel, tari perut, senam ABRI, biar bodi singset dan seksi.

Tapi lagi-lagi itu bukan jaminan. Sayang, yah? *pukpuk istri yang suaminya sering selingkuh bodi*

Dari sini lah muncul quote: ‘Yang penting botolnya pulang. Peduli setan isinya mau dibuang ke mana.’ *Smile*

2. Selingkuh Hati

Ini jauuuuuuuuhhhh lebih berbahaya dari selingkuh bodi. Kalau ‘sekadar’ selingkuh bodi sih, masih besar kemungkinan  suami selalu pulang ke rumah. Tapi kalau sudah selingkuh hati, kans untuk kehilangan jadi lebih besar. Karena ada sesuatu yang lebih, terjalin di luar sana.

Saran saya, jangan mendesak suami untuk mengakui, jangan membombardir dia dengan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya.

Lebih baik, mundur beberapa langkah. Ciptakan ruang untuk suami berpikir sendiri. Ciptakan ruangan untuk anda introspeksi diri.

Cobalah untuk tetap tulus menerima suami, cobalah untuk bertahan.

Cobalah untuk merubah diri anda menjadi satu-satunya tempat untuk pulang bagi suami.

Ketulusan pasti berbalas.

Dan sebisa mungkin. Jangan melabrak. Buktikan kalau level anda di atas. Tidak di bawah.

Kalau suami minta diijinkan poligami, wah panjang lagi urusannya. FYI, banyak sekali istri yang rela loh, tapi entah demi apa, variatif alasannya!

Overall, kalau bisa sih janganlah sampai (ketahuan) selingkuh. Baik itu  bodi atau hati. Faham, you!

***

Kelayapan Bersama Teman-teman.

HAHAHAHAHAHAH

Been there.

At first I was super jelous. Iyalah cemburu. Lah wong saya di rumah ngurus anak, ngurus diktat kuliah. Suami saya malah main sama temen-temennya.

Berantemlah kita hampir setiap hari.

Oh buat yang masih meragukan kalimat BOYS WILL BE BOYS, saya kasih tau yah, it’s true, every-word-is-true. Affirmative!

Dan bedanya, setelah menikah, teman-teman dari pihak istri akan menarik diri secara otomatis. Menjauh.

Sebaliknya, untuk pihak suami, tetep aja dateng, malah minta es teh segala, kadang minta dimasakin nasi goreng tuh pada! Hahahaha.

Cara untuk taking care yang beginian sebenernya gampang. Kuncinya adalah Istri yang harus bisa membawa diri, yang ga malu-maluin kalo dibawa suami ke spot-spot nongkrongnya. Ga perlu gentar, temen-temen suami juga anak orang kok, bukan anakonda, ya kecuali kalo anda nikahnya sama Panji Si Petualang.

Nah, begitu yakin kalau istrinya bisa membawa diri, pasti suami akan dengan senang hati memperkenalkan anda pada teman-temannya. After that, try to get involved with their conversation. Well in my case, I’m the one who oftenly break the ice while I’m hangin out with my husband and his friends. Again he gave me a lot of credits for this. What can I say, I’m an expert. Bhahak.

Kepada para istri, hati-hati, jangan sampai melupakan fungsi anda sebagai teman untuk suami. Jangan terlalu istri-istri banget laaah, nanti mbosenin loh.

Untuk masalah satu ini, tips saya cuma satu: If you can not beat them, join them! *kibar-kibar bendera Slank*

***

Penjudi, Alkoholic and Drug Addict.

Sadly, you can not win with this. Why? Karena kuncinya tidak ada pada anda, tidak juga pada paket-paket rehabilitasi di luar sana.

Kuncinya ada di dalam diri mereka sendiri.

Dan jika anda masih bertahan dalam kondisi pasangan yang seperti ini, I salute you. These are the hardest part. Ga akan ada yang menyalahkan anda kalau anda balik kanan bubar jalan.

Tapi jika cinta anda demikian besar, bantu dan temani pasangan anda menemukan kembali jati dirinya.

Anda akan tahu kapan waktunya untuk berhenti.

I knew that it’s not gonna be easy …because I’ve been there.

*melipir ke pojokan* *tangan di dada* *nyanyik: Dari yakin ku teguuuuh…hati ikhlasku penuuuuh….*

***

Okay, jadi semua hal yang kemungkinan tercantum dalam kolom ‘Kejelekan Pasangan’ sudah saya bahas, ya.

Tinggal gimana anda nerimanya, setuju boleh, ga setuju gampar!

Yang saya harapkan cuma setelah anda baca penjelasan saya di atas tadi, anda bisa berpikir lebih luas sebelum anda mengambil keputusan. Apapun itu.

Dan buat yang nanya apa resepnya saya dan suami bisa bertahan sampai sepuluh tahun, and going, well beberapa jawabannya sudah saya jentreng di atas.

Few secrets from me, I never fell a sleep before my husband get home. I never let my asisten rumah tangga made him his cup of tea, or his late nite dinner. And  I never say no when my husband want to make love with me. NEVER!

Maybe that’s one of his reason for staying here with me.

Oh and one more thing, this gonna be a little awkward, but in my opinion, you should love your spouse a lil bit more than you love your offsprings.

Why?

Because, for your offsprings you’re just their guide to take them to the gate of life. And for your spouse, you’re the only friend to walk  with thru the extra miles.

Okay, so the conclution for married life: Marriage it self is an order of chaos, It sucks your energy, blows your head, tear your heart. But if you can hangin’ there, maintain your love, that order of chaos will lead you to a sacred place. A home to your soul.  How can I say that it’s not a home for your soul when inside you can find yourself having the one you can depend on,  having the best friend for your entire life,  and waking up each day beside the one you love the most.  And when you realized that after all this time you’re already there, in that place, nothing else matter.

Begitulah.

Semoga anda-anda sekalian bisa mempertahankan pernikahan anda. Semoga saya juga mampu mempertahankan pernikahan saya, sampai kami berdua hanya cipika-cipiki, salaman atau tos ( tergantung mood lah, ya) kemudian tidur. Sampai kami berdua ga bisa apa-apa lagi.

Buat saya, pernikahan memang sebaiknya dilakukan cukup satu kali.

Kenapa?

Karena, kalau delapan kali, itu adalah cara pengolesan minyak anginnya Agnezmo, Fresh Care!

Sekian.

Salam Chibi-chibi chan.

Prof. Dr. dr. Irene Noi S.Psi, SH., SE., ST12.

Dear Ine

Dear Ine…

Hai…

Biar aku tebak. Kamu baru saja pulang sekolah, baru saja makan siang, lalu naik ke lantai dua, ke kamarmu.

Dan setelah membuka jendela lebar-lebar lalu menyalakan kipas angin di sisi tempat tidurmu dan radio di nakasmu -Prambors kan? Haha-, kamu membongkar tas, mencari diary kesayanganmu yang selalu kamu bawa ke manapun kamu pergi.

Kamu pasti terkejut ketika menemukan surat ini terselip diantara lembaran diary-mu.

Dan kamu pasti dua kali lebih terkejut saat tahu kalau aku hafal rutinitas pulang sekolahmu.

Jangan cemas, aku bukan penguntit.

Aku adalah kamu. Iya kamu.

Kamu di masa depan, 14 tahun dari saat kamu membaca surat ini.

Jangan cemas, aku baik-baik saja di sini. Kita baik-baik saja di sini.

Oh ya, Papa sudah cerita rencananya  untuk kamu? Tentang kamu melanjutkan kuliah di Surabaya setelah lulus SMA?

Aku beri tahu ya, Papa serius.

Saat aku menulis surat ini untuk kamu, sudah 13 tahun aku di Surabaya. Tentang hal ini, nanti saja kita bahas ya.

Kamu tahu? Aku sangat rindu kamarmu, kamar kita. Hargailah setiap menit yang kamu habiskan di sana. Aku sangat rindu seragam putih abu-abu versi-mu, versi kita, kemeja agak ketat, dengan rok selutut. Aku sangat rindu teman-temanmu, untuk yang satu ini, mereka tetap temanmu, beberapa dari mereka bukan lagi temanku. Aku tidak perlu menceritakan sebabnya, untuk apa? Toh kamu akan segera belajar menerima perubahan yang diciptakan oleh waktu dan jarak.

Jangan khawatir. Di perjalananmu nanti, kamu, kita, tidak akan kekurangan teman. Oh, dan TOMAT, ‘geng’ mu itu, tenang sajalah, pagi ini aku baru saja berbicara dengan mereka, iya mereka, empat-empatnya.

Dan aku tahu, kamu pasti penasaran soal yang satu ini, pacarmu. Cuma satu pesanku, dia menyayangi kamu lebih dari yang kamu duga. Tapi, dia bukan untuk kamu.

Akan ada seseorang buat kamu. Tidak lama lagi dia datang. Dan saat dia berdiri di hadapanmu. Duniamu akan terbalik. Kamu akan tahu siapa dia.

Hampir semua yang kamu rencanakan, tidak ada yang terwujud. Jangan takut. Jangan. Sudah aku bilang, kita baik-baik saja.

Ingat rencanamu pergi keliling dunia tanpa harus membayar? Karena itu kamu ingin jadi Pramugari. Kamu merasa tinggimu yang 160 cm -akan bertambah empat sentimeter lagi by the way-, dan kecintaanmu pada bahasa asing akan membantumu mewujudkan cita-citamu itu. Tapi tidak. Kamu, kita, tidak punya cukup keberanian untuk menentang keinginan Papa.

Papa pasti sudah membicarakan rencana besarnya denganmu. Membicarakan bagaimana kamu akan meraih gelar Sarjana Ekonomi di usiamu yang masih 21 tahun, bagaimana kamu akan meraih gelar Master di usiamu yang ke-23, lalu kamu akan bekerja sebagai karyawan di perusahaan yang ternama. Yah, semua itu tidak akan terjadi.

Kamu memang berhasil masuk ke Universitas Airlangga. Kamu berhasil mewujudkan keinginan Papa yang satu itu. Dan iya, kamu juga berhasil lulus. Tapi maafkan aku. Sampai hari ini, aku belum sempat mengambil ijazah kita. Haha.

Kamu mau tahu kenapa semua rencana Papa berantakan? Karena kamu jatuh cinta. Masih ingat tulisanku di atas? Tentang akan ada seseorang yang mampu memutarbalikkan duniamu?

Cintamu padanya yang membuat kamu menikah muda. Muda sekali. Okay, jangan menjerit, tapi kamu akan memiliki tiga anak perempuan di usiamu yang ke-23.

Kamu akan menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak mudah, tapi di dunia ini, siapa sih yang bisa dengan mudahnya menjalani kehidupan rumah tangga? Tunggu, kamu terlalu muda untuk aku ceritakan lika-liku kehidupan pernikahanmu sendiri. Aku ngeri kamu trauma. Haha. Bercanda.

Dan jangan cemas, kamu tidak terlihat seperti ibu-ibu pada umumnya. Aku rasa alam bawah sadarmu, alam bawah sadar kita, mencegah agar jangan sampai hal itu terjadi.

Entah ini sesuatu yang menguntungkan, atau malah musibah kecil. Banyak orang yang berpendapat kalau kamu, aku, kita, lebih cantik setelah menikah dan punya -banyak- anak. Haha.

Beginilah. Hidupku di sini, 14 tahun dari hidupmu, tidak ada yang spektakuler, tidak ada yang bombastis. Tapi aku bahagia.

Tahun ini aku dan suamiku akan merayakan ulang tahun pernikahan yang ke sepuluh. Kenapa aku bilang aku dan suamiku? Bukan suami kita?

Karena kamu punya kesempatan untuk mengubah semua ini.

Kamu bisa memilih untuk tidak menaiki kereta yang akan membawamu ke Surabaya.

Satu pesanku. Memang hampir semua rencanamu, rencana kita, gagal. Tapi masih ada yang tersisa.

Aku, sampai hari ini, masih menulis. Lebih tepat  kembali menulis setelah sekian lama berhenti.

Masih ingat rencanamu, mimpimu, untuk mencantumkan namamu, nama kita, di sampul depan sebuah buku? Aku masih belum menyerah mengejar mimpi kita yang satu itu.

Apapun jalan yang kamu pilih, aku percaya kamu tidak akan menyesal. Karena Kamu, aku, kita, tidak pernah menyesali keputusan yang kita buat.

Dengan banyak cinta…

Ine

PS:  Sering-seringlah minta Mama membuatkanmu teh hangat. Kamu akan merindukan teh hangat buatan Mama. Dan tolong bilang Papa untuk mengurangi minum minuman ringan bersoda. Berbahaya buat diabetesnya.

*Ditulis untuk: #ForYoungerMe

Jodoh Buat Adik

Ada banyak hal yang saya tidak menyangka akan saya lakukan di masa depan. Yang saya maksud dengan masa depan adalah…ya hari-hari ini. Dari banyak hal yang tidak saya sangka, ada satu yang belakangan ini menyedot setengah dari kapasitas otak saya yang termasuk golongan alakadar asal masih bisa memerintah jantung untuk berdetak  saja sudah syukur.

Okay..fokus! kembali pada hal yang menyita pikiran saya, kapasitas otak saya sebaiknya tidak usah dibahas lagi. Miris!

Jodoh Buat Adik. Yep, itulah.

 

Mungkin kedudukan saya yang hanya sebagai kakak tertua –yang menolak untuk tua ini-, agak-agak tidak pantas untuk menentukan jodoh mana yang tepat untuk adik saya yang mana…yang mana adik saya? dimana rumahnya? siapa kamu? lah saya siapa?

Sudahlah

Fokus

Ini Serius

Letakkan permen loli dengan bentuk dot bayi itu dan mulai menulis lagi Noi!

Untuk adik saya yang paling kecil, yang matanya paling lebar, dan hidungnya paling mancung dan yang secara emosional paling meledak-ledak, saya pernah ‘merekomendasikan’ seorang sahabat lama saya yang saya nilai sangat sabar dan sangat bisa mengolah emosi, meski dengan tampang dan bodi alakadarnya, tapi semangatnya untuk merubah hidup ke arah yang lebih baik patut diacungi jempol, meski arah hidup yang lebih baik disini berarti…sedikit brewok di dagu.

 Bhihik

Okay Fokus!

Kembali ke adik saya yg paling kecil dan kekasihnya yang juga sahabat lama saya. They’re getting a long well, so well..too well..err! Saya melihat they suit each other! bukan…bukan saling suit-suitan kalau memanggil satu sama lain! Adik saya perlahan membangun mimpinya, begitu juga dengan sahabat lama saya…mereka berdua perlahan membangun mimpi dengan tangan mereka sendiri, dan saya dibelakang mereka…. dengan kostum cheerleader menyorakkan yell-yell…”CUMUNGUD EEAAA”!

Harapan saya adalah, mereka, adik saya yang paling kecil dan sahabat lama saya benar-benar saling mencintai, bukan sekedar merasa tidak enak hati pada saya saja. Pfffftttt.

Yeah…(mencari) Jodoh buat adik saya yang paling kecil..consider its done! AMEN~

Dan saat ini, masalah saya…well sebenarnya bukan masalah saya, tapi masalah kami, tapi kalau mau lebih dibahas lagi, sebenarnya bahkan bukan masalah  samasekali. Lha terus?

Jadi begini ceritanya, adik saya, yang satu lagi, yang bukan sedang berkasih-kasihan dengan sahabat saya tadi itu sedang jatuh cinta, jatuh cinta setengah mati…

Sebelum pada bingung terus pegangan tiang listrik dan ternyata tiang listrik itu nyetrum, saya jelaskan, saya punya dua adik, semuanya perempuan, saya yang paling cakep, FYI~

😛

Adik saya jatuh cinta pada seseorang yang…entah bagaimana saya memulainya. Sebut saja dibawah harapan saya, harapan kami tepatnya. Bahkan jauh dibawah value yang dimiliki adik saya. Disini saya tidak berbicara tentang harta, kasta, dan seterusnya. Tapi sebagai orang (separuh) Jawa saya masih memegang teguh Bibit, Bobot, Bebet.

Bibit, Bobot, dan Bebet itu adalah:

Bibit  : Asal-usul, Keturunan

Bebet: Keluarga, Lingkungan, Dengan siapa teman2nya

Bobot: Nilai pribadi/ diri yang bersangkutan

Dan sayangnya, laki-laki yang dicintai dengan sangat oleh adik saya itu tidak bisa memenuhi tiga hal diatas. Sekali lagi, saya relistis, sedikit fantastis, ehem~

Adik saya, Dia perempuan yang sangat hebat, dua kali lebih hebat dari saya...tunggu…saya tidak hebat, berarti adik saya hebat aja, tidak pakai sangat! Dia mandiri, sangat mandiri, penyayang, sekaligus tegas. Adik saya dengan jantannya mengambil alih perekonomian keluarga sejak Papa kami meninggal. Mantan tunangannya saja betul-betul bertekuk lutut dibuatnya. Cerita soal mantan tunangan ini agak malas saya membahasnya,toh tidak relevan.

Kenapa adik saya yang mengurusi keluarga? bukan saya sebagai kakak tertua? bagaimana nasib burung elang yang digunakan sebagai alat transportasi pada sinetron laga di Indosiar? tidak perlu saya jawab, toh tidak relevan. Monoton yah?

Sementara laki-laki pilihan adik saya adalah, seseorang dengan ‘excess baggage’, si kekasih ini menanggung hidup seluruh keluarganya, dan mindset sang kekasih ini adalah..we are poor so let us live like a poor! Aduh… Saya percaya bahwa pasangan yang menikah akan membawa rejeki masing-masing, tapi, tanpa mengecilkan arti semesta…yang saya lihat di masa depan adik saya nantinya adalah..NOTHING BUT TROUBLE…

Saya benar-benar berharap saya salah, tapi saya hidup lebih lama di dunia yang dua level lebih tinggi dari dunia adik saya sekarang, level disini adalah, saya sudah dan sedang menjadi seorang istri dan ibu, jadi atas dasar hal inilah saya bisa bilang kalau saya tahu lebih dari yang diketahui adik saya tentang kehidupan.

Saya cuma tidak mau adik saya membanting tulang tanpa ada hasilnya, saya cuma tidak mau adik saya membanting tulang dikali dua saat dia pulang kerja dan dia menenemukan rumah kontrakannya yang diujung dunia itu berantakan, lantai belum di pel, piring dan baju belum dicuci, saya cuma tidak mau adik saya kelelahan sebelum dia sampai di kantor karena dia harus membereskan rumah, dan memasak buat orang-orang itu.

Adik saya terlalu baik untuk menderita (lagi).

Tapi siapalah saya? saya sudah bicara, dan tidak didengar.

Adik saya sedang jatuh cinta, dia sedang buta, dan kekasihnya tahu betul bagaimana cara memanfaatkan kebutaannya.

Ah…Mungkin saya tidak berhasil mencarikan atau mengalihkan jodoh buat adik saya yang satu ini…tapi saya bisa memastikan kalau pintu ‘rumah’ akan selalu terbuka kapanpun dia ingin kembali ‘pulang’.